Keluarga Besar Jama’ah Asy Syahadatain
Globalinformasi.co.id, CIREBON,-
Beberapa video yang menampilkan kegiatan di Gunung Lawu telah menjadi viral pada tanggal 11 Juli 2025 dan memicu kontroversi. Klarifikasi diperlukan untuk memahami konteks peristiwa-peristiwa tersebut.
Seorang pendaki, Abu Khoir, membuat konten video yang menampilkan dirinya seolah-olah buang air kecil di Tlogo Kuning, sebuah lokasi di Gunung Lawu yang dianggap suci oleh sebagian masyarakat. Aksi ini menimbulkan kemarahan dari relawan setempat.
Ritual di Puncak Gunung Lawu Video lain memperlihatkan sekelompok orang berpakaian putih melakukan ritual di puncak Gunung Lawu. Kapolres Magetan membenarkan lokasi kejadian. Kelompok tersebut diketahui melakukan ziarah ke Sunan Lawu setiap tanggal 11 Suro dan telah melakukannya sebanyak 14 kali. Meskipun ada klarifikasi bahwa kegiatan tersebut merupakan tradisi turun-temurun dan bagian dari kearifan lokal Jawa, peristiwa ini tetap memicu perdebatan di masyarakat.
Berbagai video yang beredar di media sosial terkait kegiatan di Gunung Lawu telah menimbulkan kontroversi. Klarifikasi dari pihak-pihak terkait telah diberikan, namun perdebatan publik masih berlanjut. Peristiwa ini menyoroti pentingnya menjaga etika dan kesopanan saat berada di tempat-tempat yang dianggap suci, serta perlunya pemahaman yang lebih baik terhadap kearifan lokal.
Klarifikasi kegaduhan peristiwa yang melibatkan beberapa media sosial. Dari hasil diskusi yang di hadiri pejabat pemerintah (Kepala Desa/ Kuwu Panguragan Wetan) Habib Ali Zainal Abidin Al Madihij Kyai Mukhsin Yasin, Kyai Zenal Abidin Kanci, Kyai Nur Khotim, Pengurus Yayasan pondok pesantren Nurul Huda Munjul serta civitasnya, pada Hari Senin, Tanggal 28 juli 2025 di Desa Munjul Kecamatan Astana Japura Kabupaten Cirebon Jawa Barat telah bersepakat atas nama Keluarga Besar “Asy Syahadatain”.
Kesimpulan :
“Kami Keluarga Besar Asy Syahadatain Kebon Melati Panguragan Cirebon meminta maaf atas kegaduhan peristiwa Gunung Lawu di sosial media dalam beberapa waktu terakhir ini. Karena sejatinya Abah Umar bin Ismail bin Yahya selaku pendiri dari Asy Syahadatain Kebon Melati Cirebon selalu berpegang teguh dengan Maqosidus Syariah yang bersumber pada Al Quran, Hadis, Ijma’, dan Qiyas. Nadhom Abah Umar bin Ismail bin Yahya : Qur’an Hadits Ijma’ Qiyas Sumberane Kanggo ngatur kula badan kelakuane ( Qur’an Hadist Ijma’ Qiyas dasar sumbernya, untuk mengatur badan saya prilakunya), bila ada yang pakaiannya sama atau wiridnya sama tetapi keluar/bertentangan dari syariat Islam dan Undang Undang yang berlaku di NKRI maka kami selaku Keluarga Besar ‘Asy Syahadatain’, berlepas dari mereka sebagaimana firman Allah Swt. Dalam Al Qur’an surat Yunus ayat 41 mengatakan: “Dan jika mereka mendustakan kamu (Nabi Muhammad), katakanlah, ‘Bagiku perbuatanku dan bagimu perbuatanmu. Kamu berlepas diri dari apa yang aku perbuat dan aku pun berlepas diri dari apa yang kamu perbuat’.”
Ayat ini mengandung perintah dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW untuk bersikap tegas kepada orang-orang kafir yang mendustakan risalahnya. Beliau diperintahkan untuk menyatakan bahwa beliau tidak bertanggung jawab atas perbuatan mereka, dan begitu pula sebaliknya. Ayat ini juga mengandung pesan tentang pentingnya toleransi dan kebebasan berkeyakinan.
Tafsir dari Surat Yunus ayat 41 ini adalah :
Toleransi :
Ayat ini mengajarkan pentingnya toleransi dalam beragama, di mana setiap individu bertanggung jawab atas pilihannya sendiri.
Kebebasan Berkeyakinan :
Tidak ada paksaan dalam beragama, dan setiap orang memiliki hak untuk memilih jalan hidupnya tanpa dihakimi.
Tanggung Jawab :
Setiap orang akan dimintai pertanggung jawaban atas perbuatannya sendiri di hadapan Allah.
Dakwah :
Pesan dakwah harus disampaikan dengan baik dan penuh toleransi, tanpa memaksakan kehendak kepada orang lain.
Dengan demikian, Surat Yunus ayat 41 mengajarkan untuk berdakwah dengan hikmah, serta menghormati pilihan keyakinan orang lain.
Demikian pernyataan kami atas nama Keluarga besar “Asy Syahadatain” dan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
DIDI SUHAENI